HARLAH JRK BANTEN 9 TAHUN

HARLAH 9 TAHUN JARINGAN RADIO KOMUNITAS (JRK) BANTEN 22 Mei 2004 - 22 Mei 2013

Selasa, 27 September 2011

Ada Pembajak Jaringan Frekuensi Radio

CILEGON | Para penggiat Radio Komunitas (Rakom) di Banten mengeluhkan kerap terjadinya pembajakan terhadap frekuensi yang merupakan kanal resmi untuk jaringan Rakom. Akibatnya, kualitas siaran untuk Rakom sering mengalami gangguan bahkan tertutup oleh siaran radio lain di luar jenis radio komunitas. Keluhan ini terungkap pada acara halal bihalal penggiat Radio Komunitas yang tergabung dalam Jaringan Radio Komunitas Banten (JRKB), di Pantai Suralaya, Merak, Minggu (25/9/11).

“Berdasarkan PP No 51/2005 tentang Penyelenggaraan Siaran Radio Komunitas, frekuensi yang boleh digunakan untuk radio komunitas adalah 107,7 Mhz hingga 107,9 Mhz. Bahkan, sesuai Undang-Undang 32/2002 tentang Penyiaran, jarak siar pun dibatasi hanya 2,5 kilometer. Tetapi ternyata ini ada radio dari Jakarta yang kerap masuk di kanal kami. Ini namanya pembajakan dan tentunya sangat mengganggu kualitas siaran kami,” ungkap Ketua JRKB, Amrullah kepada wartawan.

Terkait pembajakan kanal frekuensi ini, Amrullah juga mengaku sudah melaporkannya kepada Balai Monitoring (Balmon) Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Banten. Namun begitu, hingga saat ini, pihak Balmon Banten belum juga mengambil tindakan apapun.

“Ada beberapa radio dari Jakarta yang masuk di kanal 107,7 Mhz milik kami, seperti Radio SSK dan Radio Shasha. Kami sudah pernah lapor ke Balmon tentang masalah ini, tetapi jawabannya sangat tidak memuaskan. Masa mereka jawab tidak punya kewenangan dalam masalah tersebut. Kalau begitu kami harus mengadu ke siapa? Padahal sesuai fungsinya, yang mengatur masalah frekuensi ini adalah Balmon yang merupakan wakil dari Kementerian Kominfo RI,” ujar Amrullah.

Selain kerap terjadi pembajakan frekuensi, JRKB juga mengeluhkan, lambatnya penerbitan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) oleh Kementerian Kominfo RI. Padahal, sejumlah Rakom anggota JRKB telah mengajukan izin tersebut sejak tahun 2007 silam.

“Sampai saat ini IPP belum keluar juga. Padahal sejumah anggota kami sudah mendapatkan RK (rekomendasi kelayakan-red) dari KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah), sejak tahun 2007 lalu. Lalu sampai kapan kami menunggu tanpa kejelasan begini?,” ujar Galuh, yang merupakan penggiat Rakom Elbamba, di Balaraja, Tangerang.

Karena terkendala IPP inilah, menurut Galuh, kerap terjadi penertiban oleh Balmon Banten terhadap anggota JRKB.

“Sebelum bulan puasa kemarin, Rakom Jaseng di Walantaka, Kota Serang, yang juga anggota JRKB, sempat mau dihentikan siarannya oleh Balmon. Mereka menganggap kami tidak punya IPP. Padahal kami sudah mengajukan tapi sampai sekarang tidak jelas,” ungkap Galuh, seraya mengatakan ada 11 rakom dari JRKB yang mengajukan IPP, tapi hingga saat ini baru 2 Rakom yang keluar IPP-nya.

Sementara itu, Mahfud yang merupakan tuan rumah halal bihalal, dan juga penggiat Rakom Karang Taruna Suralaya, berharap, pemerintah bisa lebih memperhatikan lagi terhadap keberadaan Rakom di Banten. Ia berharap, pembajakan terhadap kanal frekuensi Rakom segera ditertibkan, sehingga kualitas siaran Rakom tidak terganggu.

“Keberadaan Rakom ini dilindungi oleh undang-undang. Jadi jangan ada upaya untuk mematikan Rakom. Kami juga berharap, kementerian kominfo juga memperhatikan kenyataan dilapangan terutama masalah penyerobotan frekuensi oleh radio-radio lain, karena ini mengganggu hak siar setiap Rakom,” ujar Mahfud, seraya juga mendesak agar IPP para anggota JRKB segera diterbitkan.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Balmon Banten, John Tulak, mengaku belum pernah mendapat laporan terkait adanya pembajakan frekuensi yang terjadi pada sejumlah Rakom. John malah mempertanyakan izin siar dari sejumlah Rakom yang tergabung dalam JRKB tersebut. “Sampai sekarang belum ada laporan, kapan katanya? Saya belum pernah terima. Kalaupun begitu, radio komunitas yang dibajak atau yang membajak itu punya izin ga? Kalau tidak punya izin, keduanya berarti harus ditindak,” ujar John melalui telepon genggamnya.

Ditanya terkait lambatnya IPP, John juga mengaku, tidak memiliki kewenangan.
“Kalau irusan izin kami tidak punya kewenangan, urusan kami hanya menindak palanggarannya. Untuk perizinan itu kewenangan Dirjen di Kementerian Kominfo,” ungkapnya. @Juki San

Kutipan dari http://koranbanten.com/?p=4620

1 komentar: